Langkah ku terhenti dalam titik jenuh.
Angan ku mengawang. Ntah menuju apa. Tatapan ku nanar. Kejenuhan ini
memuakkan,seolah olah tujuan hidup tak lagi nyata. Aku lelah,bahkan sangat
lelah.
Kurasa penantian ini sia sia. Tanpa
ujung yang pasti. Ku telah mengetahui bahwa Sevira sumber bahagia nya. Ku telah
mengetahui memendam rasa ini percuma. Namun hati ku enggan beranjak pada
sosoknya,mungkin aku terperosok terlalu dalam.
Setelah adegan Sevira yang memuakkan siang tadi,hati ku geram. “kau
memang tampan,namun kau bodoh,memilihnya hanya untuk membuat hatimu
hancur,menyandingnya hanya untuk mengenal kata “sakit” geruru ku dalam bisu.
Aku ingin memaki mu,meluncurkan
hujatan ku. “sebenarnya kau yang tolol yang memilihnya sebagai sumber bahagia
mu,ratu mu bahkan atau aku yang terlalu bodoh,terlalu berharap lebih. Sedang
bayang mu pun tak pernah termiliki” emosi ku semakin tak terkendali.
Ku habiskan sore ini di sebuah café.
Untuk sekedar menghilangkan gundah. Memesan soft drink dengan paduan nuansa
musik klasik yang tersaji. Ku bolak balik handphone ku,rusak!!bahkan tak mampu
untuk terhubung lagi.Bodoh!! tabrakan dengan seorang laki laki misterius di
ujung gang rumah ku tadi membuat handphone ku terjatuh. Hatii ku semakin geram
ketika sosok misterius itu tak mengucap kata “maaf”dan meninggalkan ku begitu
saja.
Ku biarkan emosi ku memuncak. Angan ku
semakin kacau. Sosokmu terlalu otoriter dalam ingatan ku. Memerintah dengan
paksa agar selalu mengagumi sisi indah
mu.
Sore ini gerimis membahsahi rumput
yang mulai mengering.suasana hening seperti ini nendukun angan ku untuk kembali
pada adegan saat kau menyentuh bahu ku,ya tepatnya sebulan yang lalu.
Waktu menunjukkan pukul 18.30 saat ku
tengok jam tangan ku. Aku lekas beranjak meninggalkan meja di sudut café itu.
di depan pintu masuk kulihat hujan semakin turun dengan derasnya. Hembusan
angin begitu damai. Kujulurkan tangan ku hingga menyentuh dinginnya air yang
terjatuh. Tanpa sadar mataku terpejam. Damai.. sedamai aliran darah ku yang
terpenuhi rangkaian mimpi bersamamu.
Terdiam, hening,dan sunyi. Mataku
terbelalak ketika ada tangan lain menggenggam hangat jemari ku. Mataku masih
terbelalak melihat jelas sosok yang kini berada tepat di depan ku. Aku tak
mampu berkata. Dan ia belum melepaskan genggamannya . menatap ku tajam dan
menyajikan senyum yang selama ini ku kagumi. Sosok itu memang terlalu indah
untuk diluakan dalam ingatan. Dalam detik ini,dalam genggaman ini,aku seolah
olah memilikinya.
Aku melepaskan genggaman itu,dan menarik paksa lengan nya.
“bodoh,mengapa kau mau membasahi tubuh
mu dengan hujan selebat ini ? “ucap ku,tanpa kusadari perkataan ku
memperlihatkan betapa besarnya kepedulian ku padanya.
“aku hanya ingin meminta maaf,pria
yang menabrak mu di ujung gang tadi adalah aku”jawab nya memelas.
Ku lihat tatapan nya,berbeda!! Tak memancarkan
ketampanan sesempurna biasanya. Ku terka terka tiap gerak gerik nya “ mungkin
kah ia sedang patah hati? Mungkinkah dia telah mengetahui pengkhianatan murahan
yang di lakukan Sevira” aku berharap lebih dalam hati.
Malam semakin larut,suasana café yang
semakin sepi. Alunan musik klasik yang terdengar sayu dengan sajian lilin lilin
kecil. Seluruh lampu cafe sengaja di redupkan. “aah suasana seromantis ini,aku
mampu bersamanya,suatu keajaiban” bisikku sendiri.
“grey maaf tadi aku menabrak mu,aku
memang tak memperhatikan jalanan,pikiran ku sedang kacau” ucap nya membuka
percakapan kami.
“i.. i.. yaa,tak apa. Dari mana kau
tau aku ada disini? “ tanyaku.
“aku mengikuti mu” jawabnya singkat,kemudian
hening. Beberapa menit berselang. Ntah atas dasar apa dia mulai menceritakan
keluhnya atas pengkhianatan Sevira. Ratapannya tak seindah dulu. Mungkin kini
Sevira telah mampu menghancurkan hati indah itu menjadi serpihan luka. Di sisi
lain ada rasa bahagia tersendiri untukku. Akhirnya tanpa mengucap sepatah kata
pun,sebuah topeng cantik Sevira terbongkar.
Ku tatap wajahnya lekat lekat. Begitu indah.
Rangkaian mimpi bersama nya masih ku simpan rapi dalam relung ini. Wajah nya
pun kini berbalik memandang ku. Aku salah tingkah di buatnya. “ sial” ucap ku.
Tiba tiba dia menarik paksa lengan
ku,mengajakku mendekati panggung dengan sajian musik klasik itu. Tangan nya
melingkar dalam pinggang ku,aku kikuk. Dia kemudian memegang kedua tangan
ku,dan melingkarkan di lehernya. Kami berdansa dalam keheningan jiwa. Romantiss..
Kami saling menikmati detik yang
berjalan. Meninggalkan tentang kepenatan,sevira,kejenuhan,dan lainnya. Tatapan nya
tepat menatap kedua mata ku.
“kau lebih indah dari Sevira” ujarnya
“tapi mengapa kau masih mempertahankan
nya?” ucap ku,seolah olah ia memberi setitik kode.
“aku mencintai nya “ timpalnya begitu
pasti.
Kemudian hening..
Hatiku masih terpatri dalam sosok
mu,walau ku tak mampu memiliki mu. Aku ingin waktu terhenti,dan membiarkan kami
berdansa berdua dalam nuansa seromanyis ini. Aku ingin terus seperti ini.
“ kak elang,aku menyukai mu” ucapku
perlahan dalam selipan dansa manis kami.
“namun sumber bahagia ku,hanyalah
Sevira..sayang “ ucapnya terdengar begitu pilu.
Suasan hening
kembali..
Aku merintih , atas kebodohan yang ku
buat sendiri. Mengapa ia masih mencintai Sevira yang telah dengan nyata
mengkhianatinya. Mengapa ia tak melihat,ada kebahagiaan lain tanpa luka,yang
mampu kuciptakan untuk nya. Benar benar konyol.
Kami terus menatap. Air mata ku kini
tanpa terkendali berbicara mewakili hati yang merintih,gerimis itu kembali
membasahi pipi. Kak elang menatap ku lekat. Jemari indah itu menghapus butiran
perih ini. Mataku terpejam . sesak terasa !!
Tiba tiba ada bibir lain yang
menyentuh bibir ku,hangat. Aku mengenali sentuhan ini. Selancang ini dia
memperlakukan ku. Namun aku tak memaksa bibir indah itu untuk pergi. Kemudian dia
berbisik “aku milik mu,hanya untuk hai ini.”sambil memelukku dengan senyum.
Kebodohan yang tercipta hingga detik
ini membuat ku tersadar bahwa aku benar benar jatuh cinta :’) .
Cinta terkadang tak membutuhkan status,tak
membutuhkan mata,bahkan telinga. Yang kita butuhkan saat cinta berbicara adalah
bisikan dari hati J (end)
0 komentar:
Posting Komentar