Kala
itu,deraian bening dari awan senja menghentikan langkah kami untuk beranjak.
Kami tertahan di sebuah kedai kopi selepas menyusuri pantai dengan hiasan awan senja,tawa, canda,jingga,memerah dan
sangat berwarna,eksotis. Sempat tatapan mata kami bertabrakan,beberapa detik
.Lucu dan kikuk. Membuat kami seolah salah tingkah dengan situasi konyol ini.
Perlahan secara pasti rasa ini menyusup ke dalam nadi,sendu. Sesendu rasaku kala
itu.
Ombak
Tanjung Setia,masih berlarian diiringi gemercik air yang mengalir secara
perlahan. Bergulung gulung seolah berkejar kejaran,mengejar sesuatu yang tak
pasti. Nyata namun seperti drama. Dan
sang senja dengan berani memamerkan aroma romantis nya.
Kami
masih saling terdiam,membiarkan angan kami masing masing berlarian bebas dalam
rangkaian khayal. Aku melirik wajah Reza, tatapan nya masih pada
gerimis,mungkin khayal nya sedang merangkai mimpi tentang aku,atau memutar
kembali memori yang telah berjalan 3 tahun lalu,terka ku dengan bebas.
Sekali lagi aku
melirik wajah nya,kedua bola mata miliknya itu dulu pernah mengeluarkan air
mata saat aku berbaring lemah di rumah sakit, indah , dan sedikit sipit .
dagunya yang tirus , bibir nya yang selalu memerah . “aah sempurna “ bisikku. Ku
julurkan tangan ku hingga menyentuh gerimis yang terjatuh.
“dingin “ ucap
ku.
“bila seperti
ini ? “ pertanyaan sekaligus genggaman tangan nya membuat ku ingin menghentikan
waktu senja ini. Aku ingin terus seperti ini. Berdua. Dengan nya. Senja . Dan
hujan.
Aku tersipu,ku
tatap kedua mata indah itu dengan pasti. Menatap kedua bola mata dengan
kepemilikan sosok lelaki yang menjadi
penyebab tawa dan luka ku beberapa tahun belakangan ini . Tanpa izin gerimis
kini menelusuri pipi ku, bibir ku terasa kelu, raga ku seolah membeku,saat aku
mungkin menyadari bahwa situasi seperti ini akan berakhir.
“kapan kau akan
pergi ke Jerman? “ ucap ku di sela sela isak
“aku tak ingin
sayang” ucap nya
“kau harus
melanjut kan kuliah mu,bodoh. Aku serius” gerimis mulai menetes di pipi
“ lusa” jawab
nya
“apa kau akan
menemui ku di pantai ini lagi ? saat senja ? “ tanya ku mengharap
“orang pertama
yang akan ku temui setelah ibu ku adalah kau peri kecil ku, di tempat ini,di
senja ini.masih dengan deburan ombak Tanjung Setia aku akan menemui mu “ jawab
nya meyakin kan ku
“ apa kau mau
berjanji?”
“aku tak ingin
berjanji,aku hanya ingin membuktikan nya dengan sikap ku”
“kenapa kau
harus pergi,kau kan masi ada janji untuk mengajari ku berselancar di pantai
ini? “ rengek ku
“ sepulang dari
Jerman,bukan hanya selancar yang akan ku
ajari,tapi aku akan mengajari mu untuk menjadi sepasang suami istri “ jawab
Reza
Aku terdiam,tak
berani menjawab . aku hanya tak ingin ia pergi. Cukup. Itu saja
“17 Oktober
2017, aku akan menemui mu disini,di senja ini sayang “ ucap nya
“Apa kau tak yakin ?” tanya nya kembali.
“aku… akuuu..
takuut “ jawab ku polos dan kembali butiran perih menelusuri pipi ku tanpa permisi,kali
ini mungkin lebih deras. Dia menyeka air mata ku,dengan jemarinya sendiri,lalu memelukku
erat, bahkan sangat erat . Aku rasakan kenyamanan saat disisinya,seperti ini,
dan situasi seperti inilah yang membuat ku enggan bahkan tak pernah mau untuk
membiarkan nya berlalu.. walau sekejab mata walau beberapa detik. Ia
mengencangkan pelukan nya dan aku masih dalam senduku,pelukan ini…seolah olah
memberi jaminan pada ku bahwa ia milikku,seutuh nya !
Deburan ombak
Tanjung Setia masih berlarian secara
konstan di senja ini, dengan ketinggian yang mampu mencapai 6 sampai 7 meter
dan dengan panjang 200 meter , tepat di arus besar samudera Hindia yang membawa
laju sendu ku semakin menepi . dan di penghujung kata “perpisahan” ini kami
seolah seperti sejoli yang nyata, yang akan mengarungi waktu esok dengan
langkah bersama . Masa putih abu abu yang kita lewati berdua,kini akan berakhir
seiring jejak langkah nya menuju negara itu, Jerman. Pilihan negara yang cukup
jauh,untuk mengenyam ilmu demi masa depan,kata nya. Tapi sulit untuk ku terima.
“ jangan biarkan
aku sendiri Reza,tanpamu “ ucap ku lirih
Ia menatap ku
lekat,penuh dengan isyarat yang tak terpecah kan oleh kode apapun. Kemudian ia ,menggemgam
jemari ku dan mengajak ku berlarian di tengah gerimis yang turun secara
perlahan . Kami keluar dari kedai itu . merasakan dingin yang merasuk dalam
jiwa bersama . Dingin seperti ini aku akan mampu lalui jika bersamamu,Reza
sungguh. Dan kami tanpa komando, berlari sekencang kencang nya,masih dalam
genggaman Reza ,dan hingga nafas kami seolah olah sesak , kami terhenti di
bawah gerimis.
“aku mencintai
mu, Nandya Enola “ tatapan nya tajam,ucapan nya lembut dan paras nya masih
menyajikan ketampanan itu.
Dan aku
berteriak dalam gerimis itu, “ aku mencintai mu Rezaaaaaaa “
Haru biru di
saat senja,mungkin akan terlihat seperti drama, lakon yang tersusun sangat
sempurna . Namun inilah perjuangan cinta yang terlihat konyol dan tak
berlogika. Aku dan Reza . Senja dan Tanjung Setia . Janji dan Perpisahan ,
serta Hati dan Waktu.
Memang Tanjung Setia
tak sepopuler Kuta,tapi di sini, di tempat ini . aku merasakan separuh jiwa ku terisi
oleh sosok Reza. Pasir putih yang lembut,pernah kita injak kan langkah kita
bersama disini. Menghabiskan senja kala ini dengan hiasan gerimis dan warna
tangisan.
“mbak mau pesen
apa ? “ tanya pelayan di salah satu toko yang menjual makanan di Menara
siger,sontak membuat lamunan ku tentang masa itu buyar.
“ah..ehh nanti
aja ya mbak saya lagi nunggu temen “ ucap ku berbohong
“ahhh.. Pantai
Tanjung Setia . penuh cerita tentang asa,rasa dan kita.. Reza dan tentang
sebuah janji yang mungkin akan di tepati atau akan begitu saja terlewati” ucap
ku lirih dalam hati. Entah saat aku angan ku kembali pada masa itu hanya sesak
yang terasa,mungkin aku terlalul berharap lebih pada sebuah janji dari masa
lalu.
Dengan kepenatan
yang telah menuju titik puncak di sore itu,ku langkah kan kaki ku berjalan
mengelilingi Menara Siger, menatap inci demi inci bangunan ini. Mencoba meraba
memori lalu bersama sosok yang masih menghuni kota kecil bernama hati ini
secara otoriter,memerintah secara paksa agar tak melupakan sosok itu . Reza
Fernando. Cinta pertama ku. Sosok laki laki dalam masa putih abu abu ku yang
menghuni singgasana lubuk ini dengan permanen, hingga kini,dan entah sampai
kapan.
Menara dengan
bentuk mahkota dari 7 rangkaian ini pernah menjadi saksi bisu masa bahagia ku
dulu. Aku memandangi nuansa hilir mudik pelabuhan Bakauheni dari menara ini,di ketinggian
110 meter dari permukaan laut. Suguhan lalu lintas Lampung yang selalu ramai
kala musim tahun baru tiba. Udara segar di ketinggian menara ini, kembali
memaksa otak ku untuk memutar kenangan manis bersama sosok laki laki itu waktu
lalu. Mungkin sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu. Saat hari ku masih penuh warna
dengan sosok Reza sebagai pemeran utama nya.
Menara Siger,
menara dengan bentuk mahkota wanita saat pernikahan adat Lampung berlangsung.
Dulu aku dan laki laki itu pernah merangkai mimpi,mungkin terbilang cukup konyol.
Saat kedua anak berseragam putih abu abu membicarakan tentang pernikahan dan
aku adalah sang puteri dengan mahkota bernama “siger”.
“kau pasti terlihat
seperti bidadari saat memakai siger,apalagi bila kau berada di sanding ku “
ucap Reza kala itu
Aku hanya
tersenyum mendengar ucapan bodoh dari Reza, mungkin dengan kepolosan anak
berseragam putih abu abu,aku mempercayai ucapan nya,mungkin hingga sekarang.
hingga detik ini, aku masih mempercayai sebuah perkataan dari Reza, walaupun
terbilang cukup lucu,tapi itu mengesan kan,bagi ku dan sebuah kota di hati ku
yang telah lama meredup seiring kepergian nya,menuntut ilmu di Jerman . negara
maju itu,ku berharap negara itu akan membawa Reza kembali.
Dulu di Menara
Siger ini,di titik nol Sumatera di selatan. Kita pernah menghabiskan detik
waktu bersama . saat dia mengajari aku agar tidak takut dengan ketinggian. Dan
kini aku berhasil sayang , aku berhasil melakukan itu . aku tak takut lagi
dengan ketinggian alam, tapi sekarang aku takut, ketinggian harap ku agar kau
kembali akan membuat hati ini semakin meredup.
Detik lalu,entah
berjuta juta detik lalu,aku tak mengingat nya secara pasti. Mungkin karena
terlalu sering,kau membawa ku ketempat ini ,untuk menghilangkan rasa jenuh ku
walau hanya sekedar menghabiskan sore bersama di iringi dengan alunan gitar
akustik dan suara merdu mu. Senandung melankolis yang selalu kau sajikan kala
itu,masih terngiang hingga kini.
Memori ku masih
menyimpan jelas,kala itu Kau menyanyikan ku sebuah lagu ciptaan dari Pongki Barata berjudul,aku milik mu (malam
ini). melodi yang sendu,suasana sore yang damai serta tatapan mu menuju mata ku,sangat miris untuk di
kenang. Rekaman lagu itu,dan rekaman situasi itu masih tersimpan rapi dalam
detik nadi yang mengalir ,Reza . aku akan selalu memutar nya saat menghirup
nafas dan menghembuskan nafas . dua waktu yang tak mungkin terlepas dari bayang
mu.
“ dengerin
sayang,lagu ini aku persembah kan buat mu memang bukan ciptaan ku. Tapi alunan
nada dan syair ini mewakilkan seluruh rasa ku pada peri kecil ku,Nandya Enola
jeleek “ goda nya dengan juluran lidah
Aku segera
memukul bahunya dengan manja,dan dengan rengekan gadis yang sedang merasakan
aroma butiran cinta,ya walaupun hanya sekedar cinta monyet kala itu ,detik
kemudian dengan lancang nya bibir nya melesat di kening ku. Aku terkejut dan
mematung, dia menatap ku tanpa rasa bersalah dan justru tersenyum dengan ringan
nya.
“eh sengajaaaa “
ucap nya seolah tanpa dosa
Pipi ku
memerah,dan aku sangat malu untuk berani membalas tatapan nya. Detik ini seolah
detak jantung ku terhenti , sikap nya yang selalu membuat ku merasa menjadi
wanita paling bahagia waktu itu. Detik waktu akan sangat berharga dan penuh
warna bila ku habiskan bersama sosok laki laki itu,Bersama Reza. Bersama
kekonyolan yang kami ciptakan sendiri dan bersama alunan nada dari lagu ini.
“aku milikmu
malam ini,kan memeluk mu sampai pagi . tapi nanti bila ku pergi,tunggu aku
disini “ lantunan suaranya,dan senyum nya iringi lagu itu sore yang lalu.Masih
jelas terasa syair bahkan cara nya menyanyikan bait demi bait syair lagu itu .
jujur aku merindukan itu, aku merindukan waktu lalu sayang :’)
Dan dulu di
tempat ini, kita pernah menghitung bintang bersama .menghabis kan malam dengan
penuh gelak tawa. Tentu saat aku dan kamu masih menjadi “kita” . kita
menghitung bintang,seolah olah malam itu terasa milik berdua. Menatap kerlap
kerlip kehidupan kota bandar Lampung saat malam menyapa.
Menara Siger
masih menyimpan banyak cerita sayang, ingat kah kamu saat aku menyandarkan
lelah ku pada bahu bidang mu ? saat itu tangis ku terpecah ketika ibu memarahi
ku karena nilai rapor ku menurun.di dalam sesenggukan tangis ku ,dengan cepat
jemari indah mu menyeka nya dengan hati,dengan penuh ketulusan dan kasih
sayang. Meyakinkan ku agar tidak menjadi wanita lemah, meyakin kan ku ,bahwa
aku adalah bidadari yang memiliki tongkat ajaib,yang mampu menciptakan sejuta
kebahagiaan,tanpa tangisan. Pernyataan konyol yang masih menjadikan bibir ku
mengembang hingga kini.
Dan apakah kau
masih mengingat, kala itu kau pernah menggendong ku dari menara ini hingga
sampai di depan rumah ku ? karena aku tak mampu lagi untuk menaiki sepeda
menuju arah pulang. Dalam keluhan lelah,kau masih sempat tersenyum untuk aku
yang merengek manja
Atau bahkan kau
masih mengingat,kala itu…
“haaft,aku tak
mungkin bisa berhenti menanti mu kembali sayang “ isakku kembali menepi di pipi.
Terlalu banyak memori yang bernyanyi saat ini,tentang sosok mu,yang begitu
absurd. Penantian ini seolah olah sia sia sayang.” Sampai kapan ? “ pertanyaan bodoh
yang tak akan pernah terjawab oleh kebisuan waktu . kita terpisah jarak,ruang,
waktu , bulan bahkan dalam sela sela detik ini masih bayang mu terasa
menghantui.
Aku enggan
kembali,aku ingin di sini . mengingat mu ,mengenang mu , menghadir kan sosok mu
dalam khayal ku, dan hal terbodoh yang sering ku lakukan saat aku merindumu
adalah aku membuat bayang mu seolah olah nyata. Sore begitu cepat untuk
melaju,dan malam seketika menyapa ku,dengan hembusan angin di ketinggian ini.
di ketinggian yang dulu aku belajar untuk melawan nya bersamamu.
Aku masih di
sini , di Menara Siger , di ketinggian 110 meter ini aku mencoba kembali
mengulang rasa dingin saat aku dulu bersama mu menghabiskan malam. Tapi
ternyata rasa ini memang berbeda, dulu yang mesra dan sekarang yang hampa . Aku
ingin menjemput mu, ke kota mu sayang . aku merindu mu . mengenang semua kisah
kita itu membuat dada ku semakin sesak,membuat nafasku sejenak terengah, aku
bosan menanti mu, tapi hati ini enggak beranjak dari sosok mu.
Aku menghela
nafas panjang, di tempat ini aku harus mampu untuk bangkit,aku harus mampu
untuk berlari dari angan masa lalu . aku harus percaya bahwa penantian yang
kulakukan ini bodoh . menyianyiakan waktu dengan hal yang tak pasti akan datang
, dan hal terpenting yang harus ku tanamkan jauh dalam hati ku adalah aku tak
ingin lagi mengantung kan masa depan ku pada sosok mu . bayang mu pun tak mampu
ku rengkuh sayang . aku
lelaaaah,sungguh!
Tapi nyata nya,
hanya bibir yang berkata, sedang hati ku berkata lain . hati ku masih setia
untuk menanti. Aku dilema, kini seolah olah aku menjalankan peran ganda .
tentang aku yang ingin bangkit dari keterpurukan dan melewati lembaran baru
tanpa sosok mu atau tentang aku yang terus menanti mu dan meyakini dalam diam
ku bahwa kau akan kembali,menjemput ku dalam keheningan jiwa dan membawa ku
kembali pada warna senja.
Aku melemparkan
batu jauh jauh kebawah permukaan ,seolah batu itu adalah memori ku tentang
sosok Reza,tapi setelah aku membuang nya aku tak merasa lega justru aku merasa
menyesal. “kebodohan macam apa ini “ aku memaki diri ku sendiri
Tiba tiba dalam
kelam nya malam ini, ku sadari ada sosok laki laki yang duduk di samping ku.
Menggemgam erat tangan ku. Dan aku seolah membeku, tatapan itu , yah jelas aku
mengingat nya. Dia tersenyum , menyentuh pipi ku . aku segera memeluk nyaa tanpa
basa basi.
“Rezaaaa, jangan
tinggalkan aku lagiii “ tangis ku kembali terpecah dalam malam ini
Reza yang ku
nanti,Reza sang pemilik singgasana hati ini, Reza penyebab tangis ku belakangan
ini telah kembali . dan kini aku mampu merengkuh Reza dengan lengan ku
sendiri,bukan dengan rapalan doa. Waktu ini terasa anugerah terindah dari Tuhan
yang pernah aku rasa . Kerinduan ini terjawab . Dan sang waktu tak seburuk yang
aku bayang kan,sang waktu kini mau mempertemukan ku dengan cinta pertama ku,dan
menara siger memang ditakdirkan mengolah drama nyata tentang aku dan penantian.
Namun detik
kemudian,saat mata ku terbuka,saat hati ku kembali merasa , dan saat butiran
lara melesat dengan laju nya . aku tersadar semua ini hanya ilusi belaka. Reza
tak pernah ada, reza atak akan kembali . Dan Reza hanya sebuah bayangan absurd.
Aku tak tau lagi harus sampai kapan menunggu nya, 4 tahun itu bukan waktu
singkat. Bibir ku kini meracau, tentang kebodohan seorang wanita yang menanti
sosok pria dalam ilusinya.
“rezaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa”
teriakku di atas ketinngian 110 meter dari permukaan laut. Menara Siger memang
menyimpan banyak cerita,dan kamu , Reza Fernando ,cinta pertama ku,kamu tetap
sosok yang penuh dengan tanda tanya.
Hari tanpa
toleransi terus berjalan di iringi doa ku, agar kau kembali ke negeri ini. Negeri
yang telah banyak menjadi saksi cerita lalu. Siang ini aku melangkah kan laju
hati ku bersama sosok pria yang mendekati ku,dan menanti ku ke dalam peluk nya
. Dion namanya. Dengan tak mengenal kata jengah dia terus mendekati ku, padahal
berulang kali aku menolak nya dan mengatakan aku masih menunggu cinta pertama
ku kembali.
Mobil Dion telah
berada di depan tumah ku, aku mengintip nya lewat jendela kamar . seandai nya
yang menjemput ku adalah Reza tentu tanpa rasa malas aku segera melesat dalam
bahagia nya.
“ kita mau
kemana ? “ tanya ku pada Dion saat laju mobil nya telah berlalu dari rumah ku
“ aku ingin
mengajak mu, ke teluk kiluan . disana kita akan menyaksikan atraksi lumba lumba
dan melihat sunset dari dermaga kayu “ jawab nya
“ wow,romantis “
ucap ku dengan senyum yang mengembang .
“andai laki laki
yang di samping ku ini adalah Reza” ucap ku lirih sambil melirik pada wajah
Dion.
Perjalanan
menuju teluk kiluan memang sangat terjal harus melewati jalanan berbatu yang
cukup jauh. Aku lelah dalam perjalanan ini,sama lelah nya seperti aku menunggu
Reza untuk kembali. Memang benar
menunggu adalah hal yang mebutuhkan rasa sabar berlebih.
Sesampai nya di
teluk Kiluan,kami segera menuju dermaga kayu, menghilangkan penat perjalanan.
Memainkan kaki ku di air dermaga. Dion duduk di samping ku. Menggenggam erat
jemari ku, kita banyak bercerita tentang hobi, cita cita,angan tentu tidak
tentang masa lalu. Di dermaga kayu,aku membohongi rasa tawa ku ,bahwa di balik
senyum ku sore ini tersimpan hampa yang terasa amat nyata.
“nandyaaa.. “
dion menyebut nama ku lembut
“ apa? “ jawab
ku
“hmm.. tanggal
21 oktober nanti,kamu mau menemani ku menghadiri pesta pernikahan kakak ku ? “
tanya nya
“hmm,boleh boleh
memang sekarang tanggal berapa? “
“seingat aku ini
tanggal 17 oktober ,2017 tentunya“
“seriuuus?”
“eheeeem”
“antar kan aku
ke pantai tanjung setia dion,aku mohon”
“hey ada apa ?
kita baru sampai “
“aku mohon dion,antarkan
aku kesana . aku dan Reza pernah berjanji bahwa pada tanggal ini. Reza akan
menemui ku dipantai tanjung Setia, saat senja “
“kamu yakin? “
tanya Dion membuat ku menjadi ragu
“yaa.. yakin ! “
ucap ku dengan pasti.
Segera aku
menarik lengan Dion menuju mobil nya,dan sesuai permintaan ku kami menuju ke
pantai tanjung Setia. Melelah kan dan aku terasa sangat bodoh,tak sepantas nya
melupakan hari yang telah lama ku nanti seperti ini . kelalaian ini membuat ku
kesal , memaki dalam diri.
Saat tiba di
pantai Tanjung Setia, malam telah berjalan . dan senja telah menghilang. Sontak
raga ku melemah . mencari sosok Reza yang berjanji menjemput ku disini.
Pandangan ku terus mencari,tanpa memperdulikan Dion yang lelah mengikuti.
“ mana Reza? “
tanya Dion
“sedang ku cari
. “ jawab ku kesal
“sampai kapan ?”
“sampai aku
berhasil memeluk nya dengan lengan ku sendiri. “ jawab ku.
“ Bila benar
Reza mencintai mu,dia akan menemui mu,dan tak akan membiarkan mu terlalu kalut
seperti ini. “ ucap dion menenangkan ku.
“Reza akan
menemui ku,mungkin aku yang terlambat ketempat ini .dan Reza mungkin sudah
pulang “ ucap ku menghibur kegelisahan yang semakin menjadi jadi.
“kenapa kau tak
membuka hati dengan pria lain, yang mungkin dapat membuat mu lebih bahagia di
banding saat bersama Reza ?” tanya Dion
Aku kesal dengan
segala pertanyaan bodoh Dion,harus ku jelaskan berkali kali kah bahwa aku
menunggu Reza kembali. Langkahku tertatih di pesisir pantai, dari ujung ke
ujung telah ku telusuri namun sosok nya tak mampu ku jangkau. Aku lelah,aku
tertunduk dengan lutut ku di Tanjung Setia ini,dengan sadar aku menangis
menahan pilu akibat penantian yang ku jalani. Penantian konyol yang tak
berarti,penantian cinta pertama ku yang membuat hati ku seakan mati . mati
terhadap rasa yang menanti. Kesendirian mengajarkan ku arti
bersabar,berintrospeksi dalam diri,dan kini aku tak sanggup lagi menanti .
dalam pelukan Dion di Tanjung Setia, aku memaki sang waktu dan di Tanjung Setia
harap ku telah pupus,hancur bahkan musnah..
Selamat tinggal cinta
pertama ku,aku akan tetap mencintai mu dalam diam ku..