membaca boleh,tapi tolong jangan menjadi plagiat :)

Selasa, 18 Desember 2012

“jangan perolok aku di depan ayah kandung ku L “



          Kala itu seusai menghadap sang khalik,aku berbenah merapikan pakaian dan rukuh yang ku kenakan tadi. Di depan cermin angan ku tersita dan kembali mengingat tentang masa lalu tentang ayah,ibu,adik dan rumah itu. Sesak terasa,aku tertunduk,menyeka butiran lara yang dengan lancang berlarian tanpa permintaan di pipiku. Hanya  Tuhan yang mampu membuat ku bertahan disini .
          Terus memori ku melayang tentang masa itu,kembali tergambar saat kami bercanda di depan televisi,saat kami pergi berlibur ,dan saat kami mengenal kata hancur. Detik lalu sewaktu aku berkomunikasi dengan Tuhan,aku mengirim sebuah tanya yang mungkin akan terjawab lewat kebisuan waktu “ya Allah,apakah keluarga ku mampu rujuk dan bersatu seperti dulu ? setelah ada sosok dia ? “
          Deringan handphone membuyarkan semua lamunan konyol ku,
          “hallo”
          “kenapa tak kau bayarkan tagihan listrik rumah itu? Sudah ku kirimkan kan ?dan sekarang listrik di cabut?”
          “maaf ayah,tagihan listrik di rumah itu satu juta tujuh ratus,dan kemarin ayah kan mengirim uang hanya tujuh ratus. Jadi maaf bila listrik harus di cabut “ ucap ku menahan emosi
          “baah,dari mana bisa,ku kirimkan 2 kali nak. Pertama satu juta,dan kedua tujuh raus ribu melalui atm si Mona”
          “kuterima hanya tujuh ratus” tegas ku
          “jangan kau selewengkan uang seperti itu ya,tak suka ayah. Tak baik itu nak” nada ayah meninggi
          Aku terdiam,sakiiit.. sungguh ayah yang dulu ku kenal menuduh ku menyelewengkan uang yang tak seberapa itu. Demi Tuhan hati ku sakit.. seharus nya di tau kemana uang itu lenyap,seharusnya logika nya berjalan tak mungkin aku anak nya sendiri melakukan hal bodoh semacam itu,seharus nya dia mengkoreksi perbuatan nya dengan garis bawah kata “Mona” . Wanita picik ,dulu kau yang mengenalkan keluarga ku pada kata hancur,dan kini kau mengadu domba aku dan ayah ku ? Busuk !
          Ku matikan percakapan ku dengan ayah melalui handphone itu. Kembali ayah menghubungi ku, hati ku masih terasa sakitt.bibir ku kelu..
          “hallo,mengapa kau matikan handphone mu tadi, ini Mona ingin berbicara dengan mu”
          Aku terdiam,menyeka air mata yang merembet secara perlahan di pipi…
          “hallo Luna,kemarin kan sudah mama kirim sayang uang nya,jangan kau selewengkan seperti itu,sekarang tagihan listrik di rumah mu di cabut yah ? itu akibat ulah mu sendiri sayang. Lain kali jangan di selewengkan ya?” ucap nya memanis,membuat otak ku ingin segera memaki wanita nista ini
          Kembali aku hanya terdiam.. perkataan nya membuat ku muak
          “hallo Luna,dengarkan kata kata mama mu Luna…blablabla “ tanpa ku dengarkan lagi celotehan ayah dengan unsur kebusukan Mona,ku matikan segera handphone ku. Tragis di kala sore ini .
          Sukses mona memperolok ku di depan ayah ku, memang benar cerita dari negeri dongeng bahwa ibu tiri itu jahat. Tega merebus anak tiri nya di dalam kuali besar. Benar! Dia tega merebusku dalam kata kata manis nan busuk di depan ayah ku.
          Dalam sore gerimis ini,langkah ku tertahan di masjid al-hidayah Yogyakarta.. untuk kembali membuat bibir ku kelu,ku bebaskan khayal ku mendiskripsikan sosok sang wanita mulia hingga sosok wanita ternista
          Aku : si upik abu
          Ibu : sosok peri seperti di dalam dongeng,baik,lembut dan mulia
          Ayah ; sosok bodoh yang terpengaruh oleh hasutan peri jahat
          Mona : peri jahat yang nista ,mama tiri ku
          Aku ingin kembali menjadi anak kecil,yang tak mengenal sakit hati berani berceloteh tentang apa yang dia lihat. Tak seperti ku hanya memendam perkataan bengis yang menyimpan banyak dendam
          Aku ingin kembali menjadi anak kecil,dengan senyum kepolosan nya dia menyimbolkan rasa bahagia nya,tak seperti ku tersenyum dengan hati yang menangis,terlihat sangat munafik
          Aku ingin kembali menjadi anak kecil,ketika mereka merasa tak nyaman pasti mereka menangis,tak seperti ku justru menyembunyikan tangisan itu yang berujung pada kebohongan pada diri sendiri.
          Aku ingin hidup ku penuh kepolosan dan keluguan seperti anak kecil tanpa kebohongan,dendam dan tangisan. Dalam letih nya jiwa aku meyakinkan diriku,bahwa aku harus percaya bahwa Tuhan memelukku saat aku tertidur lemah, bahwa aku harus percaya bahwa Tuhan berada di samping ku,menjaga ku dalam keras nya kehidupan sementara ini. Kini.. harapan tentang upik abu yang akan bahagia beersama peri baik dan ayah ,kan menjadi kenyataan mutlak,karena aku percaya bahwa Tuhan menyayangi ku,melaksanakan takdir nya dan semua akan indah pada waktunya J
          With love Luna



          

0 komentar:

Posting Komentar