membaca boleh,tapi tolong jangan menjadi plagiat :)

Jumat, 08 Februari 2013

“Sepujuk Senja di Pantai Tanjung Setia”



            Kala itu,deraian bening dari awan senja menghentikan langkah kami untuk beranjak. Kami tertahan di sebuah kedai kopi selepas menyusuri pantai dengan hiasan  awan senja,tawa, canda,jingga,memerah dan sangat berwarna,eksotis. Sempat tatapan mata kami bertabrakan,beberapa detik .Lucu dan kikuk. Membuat kami seolah salah tingkah dengan situasi konyol ini. Perlahan secara pasti rasa ini menyusup ke dalam nadi,sendu. Sesendu rasaku kala itu.
            Ombak Tanjung Setia,masih berlarian diiringi gemercik air yang mengalir secara perlahan. Bergulung gulung seolah berkejar kejaran,mengejar sesuatu yang tak pasti. Nyata namun seperti drama. Dan  sang senja dengan berani memamerkan aroma romantis nya.
            Kami masih saling terdiam,membiarkan angan kami masing masing berlarian bebas dalam rangkaian khayal. Aku melirik wajah Reza, tatapan nya masih pada gerimis,mungkin khayal nya sedang merangkai mimpi tentang aku,atau memutar kembali memori yang telah berjalan 3 tahun lalu,terka ku dengan bebas.
Sekali lagi aku melirik wajah nya,kedua bola mata miliknya itu dulu pernah mengeluarkan air mata saat aku berbaring lemah di rumah sakit, indah , dan sedikit sipit . dagunya yang tirus , bibir nya yang selalu memerah . “aah sempurna “ bisikku. Ku julurkan tangan ku hingga menyentuh gerimis yang terjatuh.
“dingin “ ucap ku.
“bila seperti ini ? “ pertanyaan sekaligus genggaman tangan nya membuat ku ingin menghentikan waktu senja ini. Aku ingin terus seperti ini. Berdua. Dengan nya. Senja . Dan hujan.
Aku tersipu,ku tatap kedua mata indah itu dengan pasti. Menatap kedua bola mata dengan kepemilikan  sosok lelaki yang menjadi penyebab tawa dan luka ku beberapa tahun belakangan ini . Tanpa izin gerimis kini menelusuri pipi ku, bibir ku terasa kelu, raga ku seolah membeku,saat aku mungkin menyadari bahwa situasi seperti ini akan berakhir.
“kapan kau akan pergi ke Jerman? “ ucap ku di sela sela isak
“aku tak ingin sayang” ucap nya
“kau harus melanjut kan kuliah mu,bodoh. Aku serius” gerimis mulai menetes di pipi
“ lusa” jawab nya
“apa kau akan menemui ku di pantai ini lagi ? saat senja ? “ tanya ku mengharap
“orang pertama yang akan ku temui setelah ibu ku adalah kau peri kecil ku, di tempat ini,di senja ini.masih dengan deburan ombak Tanjung Setia aku akan menemui mu “ jawab nya meyakin kan ku
“ apa kau mau berjanji?”
“aku tak ingin berjanji,aku hanya ingin membuktikan nya dengan sikap ku”
“kenapa kau harus pergi,kau kan masi ada janji untuk mengajari ku berselancar di pantai ini? “ rengek ku
“ sepulang dari Jerman,bukan hanya selancar yang akan  ku ajari,tapi aku akan mengajari mu untuk menjadi sepasang suami istri “ jawab Reza
Aku terdiam,tak berani menjawab . aku hanya tak ingin ia pergi. Cukup. Itu saja
“17 Oktober 2017, aku akan menemui mu disini,di senja ini sayang “ ucap nya
 “Apa kau tak yakin ?” tanya nya kembali.
“aku… akuuu.. takuut “ jawab ku polos dan kembali butiran perih menelusuri pipi ku tanpa permisi,kali ini mungkin lebih deras. Dia menyeka air mata ku,dengan jemarinya sendiri,lalu memelukku erat, bahkan sangat erat . Aku rasakan kenyamanan saat disisinya,seperti ini, dan situasi seperti inilah  yang  membuat ku enggan bahkan tak pernah mau untuk membiarkan nya berlalu.. walau sekejab mata walau beberapa detik. Ia mengencangkan pelukan nya dan aku masih dalam senduku,pelukan ini…seolah olah memberi jaminan pada ku bahwa ia milikku,seutuh nya !
Deburan ombak Tanjung Setia masih  berlarian secara konstan di senja ini, dengan ketinggian yang mampu mencapai 6 sampai 7 meter dan dengan panjang 200 meter , tepat di arus besar samudera Hindia yang membawa laju sendu ku semakin menepi . dan di penghujung kata “perpisahan” ini kami seolah seperti sejoli yang nyata, yang akan mengarungi waktu esok dengan langkah bersama . Masa putih abu abu yang kita lewati berdua,kini akan berakhir seiring jejak langkah nya menuju negara itu, Jerman. Pilihan negara yang cukup jauh,untuk mengenyam ilmu demi masa depan,kata nya. Tapi sulit untuk ku terima.
“ jangan biarkan aku sendiri Reza,tanpamu “ ucap ku lirih
Ia menatap ku lekat,penuh dengan isyarat yang tak terpecah kan oleh kode apapun. Kemudian ia ,menggemgam jemari ku dan mengajak ku berlarian di tengah gerimis yang turun secara perlahan . Kami keluar dari kedai itu . merasakan dingin yang merasuk dalam jiwa bersama . Dingin seperti ini aku akan mampu lalui jika bersamamu,Reza sungguh. Dan kami tanpa komando, berlari sekencang kencang nya,masih dalam genggaman Reza ,dan hingga nafas kami seolah olah sesak , kami terhenti di bawah gerimis.
“aku mencintai mu, Nandya Enola “ tatapan nya tajam,ucapan nya lembut dan paras nya masih menyajikan ketampanan itu.
Dan aku berteriak dalam gerimis itu, “ aku mencintai mu Rezaaaaaaa “
Haru biru di saat senja,mungkin akan terlihat seperti drama, lakon yang tersusun sangat sempurna . Namun inilah perjuangan cinta yang terlihat konyol dan tak berlogika. Aku dan Reza . Senja dan Tanjung Setia . Janji dan Perpisahan , serta Hati dan Waktu.
Memang Tanjung Setia tak sepopuler Kuta,tapi di sini, di tempat ini . aku merasakan separuh jiwa ku terisi oleh sosok Reza. Pasir putih yang lembut,pernah kita injak kan langkah kita bersama disini. Menghabiskan senja kala ini dengan hiasan gerimis dan warna tangisan.
“mbak mau pesen apa ? “ tanya pelayan di salah satu toko yang menjual makanan di Menara siger,sontak membuat lamunan ku tentang masa itu buyar.
“ah..ehh nanti aja ya mbak saya lagi nunggu temen “ ucap ku berbohong
“ahhh.. Pantai Tanjung Setia . penuh cerita tentang asa,rasa dan kita.. Reza dan tentang sebuah janji yang mungkin akan di tepati atau akan begitu saja terlewati” ucap ku lirih dalam hati. Entah saat aku angan ku kembali pada masa itu hanya sesak yang terasa,mungkin aku terlalul berharap lebih pada sebuah janji dari masa lalu.
Dengan kepenatan yang telah menuju titik puncak di sore itu,ku langkah kan kaki ku berjalan mengelilingi Menara Siger, menatap inci demi inci bangunan ini. Mencoba meraba memori lalu bersama sosok yang masih menghuni kota kecil bernama hati ini secara otoriter,memerintah secara paksa agar tak melupakan sosok itu . Reza Fernando. Cinta pertama ku. Sosok laki laki dalam masa putih abu abu ku yang menghuni singgasana lubuk ini dengan permanen, hingga kini,dan entah sampai kapan.
Menara dengan bentuk mahkota dari 7 rangkaian ini pernah menjadi saksi bisu masa bahagia ku dulu. Aku memandangi nuansa hilir mudik pelabuhan Bakauheni dari menara ini,di ketinggian 110 meter dari permukaan laut. Suguhan lalu lintas Lampung yang selalu ramai kala musim tahun baru tiba. Udara segar di ketinggian menara ini, kembali memaksa otak ku untuk memutar kenangan manis bersama sosok laki laki itu waktu lalu. Mungkin sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu. Saat hari ku masih penuh warna dengan sosok Reza sebagai pemeran utama nya.
Menara Siger, menara dengan bentuk mahkota wanita saat pernikahan adat Lampung berlangsung. Dulu aku dan laki laki itu pernah merangkai mimpi,mungkin terbilang cukup konyol. Saat kedua anak berseragam putih abu abu membicarakan tentang pernikahan dan aku adalah sang puteri dengan mahkota bernama “siger”.
“kau pasti terlihat seperti bidadari saat memakai siger,apalagi bila kau berada di sanding ku “ ucap Reza kala itu
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan bodoh dari Reza, mungkin dengan kepolosan anak berseragam putih abu abu,aku mempercayai ucapan nya,mungkin hingga sekarang. hingga detik ini, aku masih mempercayai sebuah perkataan dari Reza, walaupun terbilang cukup lucu,tapi itu mengesan kan,bagi ku dan sebuah kota di hati ku yang telah lama meredup seiring kepergian nya,menuntut ilmu di Jerman . negara maju itu,ku berharap negara itu akan membawa Reza kembali.
Dulu di Menara Siger ini,di titik nol Sumatera di selatan. Kita pernah menghabiskan detik waktu bersama . saat dia mengajari aku agar tidak takut dengan ketinggian. Dan kini aku berhasil sayang , aku berhasil melakukan itu . aku tak takut lagi dengan ketinggian alam, tapi sekarang aku takut, ketinggian harap ku agar kau kembali akan membuat hati ini semakin meredup.
Detik lalu,entah berjuta juta detik lalu,aku tak mengingat nya secara pasti. Mungkin karena terlalu sering,kau membawa ku ketempat ini ,untuk menghilangkan rasa jenuh ku walau hanya sekedar menghabiskan sore bersama di iringi dengan alunan gitar akustik dan suara merdu mu. Senandung melankolis yang selalu kau sajikan kala itu,masih terngiang hingga kini.
Memori ku masih menyimpan jelas,kala itu Kau menyanyikan ku sebuah lagu ciptaan dari  Pongki Barata berjudul,aku milik mu (malam ini). melodi yang sendu,suasana sore yang damai serta tatapan  mu menuju mata ku,sangat miris untuk di kenang. Rekaman lagu itu,dan rekaman situasi itu masih tersimpan rapi dalam detik nadi yang mengalir ,Reza . aku akan selalu memutar nya saat menghirup nafas dan menghembuskan nafas . dua waktu yang tak mungkin terlepas dari bayang mu.
“ dengerin sayang,lagu ini aku persembah kan buat mu memang bukan ciptaan ku. Tapi alunan nada dan syair ini mewakilkan seluruh rasa ku pada peri kecil ku,Nandya Enola jeleek “ goda nya dengan juluran lidah
Aku segera memukul bahunya dengan manja,dan dengan rengekan gadis yang sedang merasakan aroma butiran cinta,ya walaupun hanya sekedar cinta monyet kala itu ,detik kemudian dengan lancang nya bibir nya melesat di kening ku. Aku terkejut dan mematung, dia menatap ku tanpa rasa bersalah dan justru tersenyum dengan ringan nya.
“eh sengajaaaa “ ucap nya seolah tanpa dosa
Pipi ku memerah,dan aku sangat malu untuk berani membalas tatapan nya. Detik ini seolah detak jantung ku terhenti , sikap nya yang selalu membuat ku merasa menjadi wanita paling bahagia waktu itu. Detik waktu akan sangat berharga dan penuh warna bila ku habiskan bersama sosok laki laki itu,Bersama Reza. Bersama kekonyolan yang kami ciptakan sendiri dan bersama alunan nada dari lagu ini.
“aku milikmu malam ini,kan memeluk mu sampai pagi . tapi nanti bila ku pergi,tunggu aku disini “ lantunan suaranya,dan senyum nya iringi lagu itu sore yang lalu.Masih jelas terasa syair bahkan cara nya menyanyikan bait demi bait syair lagu itu . jujur aku merindukan itu, aku merindukan waktu lalu sayang  :’)
Dan dulu di tempat ini, kita pernah menghitung bintang bersama .menghabis kan malam dengan penuh gelak tawa. Tentu saat aku dan kamu masih menjadi “kita” . kita menghitung bintang,seolah olah malam itu terasa milik berdua. Menatap kerlap kerlip kehidupan kota bandar Lampung saat malam menyapa.
Menara Siger masih menyimpan banyak cerita sayang, ingat kah kamu saat aku menyandarkan lelah ku pada bahu bidang mu ? saat itu tangis ku terpecah ketika ibu memarahi ku karena nilai rapor ku menurun.di dalam sesenggukan tangis ku ,dengan cepat jemari indah mu menyeka nya dengan hati,dengan penuh ketulusan dan kasih sayang. Meyakinkan ku agar tidak menjadi wanita lemah, meyakin kan ku ,bahwa aku adalah bidadari yang memiliki tongkat ajaib,yang mampu menciptakan sejuta kebahagiaan,tanpa tangisan. Pernyataan konyol yang masih menjadikan bibir ku mengembang hingga kini.
Dan apakah kau masih mengingat, kala itu kau pernah menggendong ku dari menara ini hingga sampai di depan rumah ku ? karena aku tak mampu lagi untuk menaiki sepeda menuju arah pulang. Dalam keluhan lelah,kau masih sempat tersenyum untuk aku yang merengek manja
Atau bahkan kau masih mengingat,kala itu…
“haaft,aku tak mungkin bisa berhenti menanti mu kembali sayang “ isakku kembali menepi di pipi. Terlalu banyak memori yang bernyanyi saat ini,tentang sosok mu,yang begitu absurd. Penantian ini seolah olah sia sia sayang.” Sampai kapan ? “ pertanyaan bodoh yang tak akan pernah terjawab oleh kebisuan waktu . kita terpisah jarak,ruang, waktu , bulan bahkan dalam sela sela detik ini masih bayang mu terasa menghantui.
Aku enggan kembali,aku ingin di sini . mengingat mu ,mengenang mu , menghadir kan sosok mu dalam khayal ku, dan hal terbodoh yang sering ku lakukan saat aku merindumu adalah aku membuat bayang mu seolah olah nyata. Sore begitu cepat untuk melaju,dan malam seketika menyapa ku,dengan hembusan angin di ketinggian ini. di ketinggian yang dulu aku belajar untuk melawan nya bersamamu.
Aku masih di sini , di Menara Siger , di ketinggian 110 meter ini aku mencoba kembali mengulang rasa dingin saat aku dulu bersama mu menghabiskan malam. Tapi ternyata rasa ini memang berbeda, dulu yang mesra dan sekarang yang hampa . Aku ingin menjemput mu, ke kota mu sayang . aku merindu mu . mengenang semua kisah kita itu membuat dada ku semakin sesak,membuat nafasku sejenak terengah, aku bosan menanti mu, tapi hati ini enggak beranjak dari sosok mu.
Aku menghela nafas panjang, di tempat ini aku harus mampu untuk bangkit,aku harus mampu untuk berlari dari angan masa lalu . aku harus percaya bahwa penantian yang kulakukan ini bodoh . menyianyiakan waktu dengan hal yang tak pasti akan datang , dan hal terpenting yang harus ku tanamkan jauh dalam hati ku adalah aku tak ingin lagi mengantung kan masa depan ku pada sosok mu . bayang mu pun tak mampu ku rengkuh  sayang . aku lelaaaah,sungguh!
Tapi nyata nya, hanya bibir yang berkata, sedang hati ku berkata lain . hati ku masih setia untuk menanti. Aku dilema, kini seolah olah aku menjalankan peran ganda . tentang aku yang ingin bangkit dari keterpurukan dan melewati lembaran baru tanpa sosok mu atau tentang aku yang terus menanti mu dan meyakini dalam diam ku bahwa kau akan kembali,menjemput ku dalam keheningan jiwa dan membawa ku kembali pada warna senja.
Aku melemparkan batu jauh jauh kebawah permukaan ,seolah batu itu adalah memori ku tentang sosok Reza,tapi setelah aku membuang nya aku tak merasa lega justru aku merasa menyesal. “kebodohan macam apa ini “ aku memaki diri ku sendiri
Tiba tiba dalam kelam nya malam ini, ku sadari ada sosok laki laki yang duduk di samping ku. Menggemgam erat tangan ku. Dan aku seolah membeku, tatapan itu , yah jelas aku mengingat nya. Dia tersenyum , menyentuh pipi ku . aku segera memeluk nyaa tanpa basa basi.
“Rezaaaa, jangan tinggalkan aku lagiii “ tangis ku kembali terpecah dalam malam ini
Reza yang ku nanti,Reza sang pemilik singgasana hati ini, Reza penyebab tangis ku belakangan ini telah kembali . dan kini aku mampu merengkuh Reza dengan lengan ku sendiri,bukan dengan rapalan doa. Waktu ini terasa anugerah terindah dari Tuhan yang pernah aku rasa . Kerinduan ini terjawab . Dan sang waktu tak seburuk yang aku bayang kan,sang waktu kini mau mempertemukan ku dengan cinta pertama ku,dan menara siger memang ditakdirkan mengolah drama nyata tentang aku dan penantian.
Namun detik kemudian,saat mata ku terbuka,saat hati ku kembali merasa , dan saat butiran lara melesat dengan laju nya . aku tersadar semua ini hanya ilusi belaka. Reza tak pernah ada, reza atak akan kembali . Dan Reza hanya sebuah bayangan absurd. Aku tak tau lagi harus sampai kapan menunggu nya, 4 tahun itu bukan waktu singkat. Bibir ku kini meracau, tentang kebodohan seorang wanita yang menanti sosok pria dalam ilusinya.
 “rezaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa” teriakku di atas ketinngian 110 meter dari permukaan laut. Menara Siger memang menyimpan banyak cerita,dan kamu , Reza Fernando ,cinta pertama ku,kamu tetap sosok yang penuh dengan tanda tanya.
Hari tanpa toleransi terus berjalan di iringi doa ku, agar kau kembali ke negeri ini. Negeri yang telah banyak menjadi saksi cerita lalu. Siang ini aku melangkah kan laju hati ku bersama sosok pria yang mendekati ku,dan menanti ku ke dalam peluk nya . Dion namanya. Dengan tak mengenal kata jengah dia terus mendekati ku, padahal berulang kali aku menolak nya dan mengatakan aku masih menunggu cinta pertama ku kembali.
Mobil Dion telah berada di depan tumah ku, aku mengintip nya lewat jendela kamar . seandai nya yang menjemput ku adalah Reza tentu tanpa rasa malas aku segera melesat dalam bahagia nya.
“ kita mau kemana ? “ tanya ku pada Dion saat laju mobil nya telah berlalu dari rumah ku
“ aku ingin mengajak mu, ke teluk kiluan . disana kita akan menyaksikan atraksi lumba lumba dan melihat sunset dari dermaga kayu “ jawab nya
“ wow,romantis “ ucap ku dengan senyum yang mengembang .
“andai laki laki yang di samping ku ini adalah Reza” ucap ku lirih sambil melirik pada wajah Dion.
Perjalanan menuju teluk kiluan memang sangat terjal harus melewati jalanan berbatu yang cukup jauh. Aku lelah dalam perjalanan ini,sama lelah nya seperti aku menunggu Reza untuk kembali. Memang benar  menunggu adalah hal yang mebutuhkan rasa sabar berlebih.
Sesampai nya di teluk Kiluan,kami segera menuju dermaga kayu, menghilangkan penat perjalanan. Memainkan kaki ku di air dermaga. Dion duduk di samping ku. Menggenggam erat jemari ku, kita banyak bercerita tentang hobi, cita cita,angan tentu tidak tentang masa lalu. Di dermaga kayu,aku membohongi rasa tawa ku ,bahwa di balik senyum ku sore ini tersimpan hampa yang terasa amat nyata.
“nandyaaa.. “ dion menyebut nama ku lembut
“ apa? “ jawab ku
“hmm.. tanggal 21 oktober nanti,kamu mau menemani ku menghadiri pesta pernikahan kakak ku ? “ tanya nya
“hmm,boleh boleh memang sekarang tanggal berapa? “
“seingat aku ini tanggal 17 oktober ,2017 tentunya“
“seriuuus?”
“eheeeem”
“antar kan aku ke pantai tanjung setia dion,aku mohon”
“hey ada apa ? kita baru sampai “
“aku mohon dion,antarkan aku kesana . aku dan Reza pernah berjanji bahwa pada tanggal ini. Reza akan menemui ku dipantai tanjung Setia, saat senja “
“kamu yakin? “ tanya Dion membuat ku menjadi ragu
“yaa.. yakin ! “ ucap ku dengan pasti.
Segera aku menarik lengan Dion menuju mobil nya,dan sesuai permintaan ku kami menuju ke pantai tanjung Setia. Melelah kan dan aku terasa sangat bodoh,tak sepantas nya melupakan hari yang telah lama ku nanti seperti ini . kelalaian ini membuat ku kesal , memaki dalam diri.
Saat tiba di pantai Tanjung Setia, malam telah berjalan . dan senja telah menghilang. Sontak raga ku melemah . mencari sosok Reza yang berjanji menjemput ku disini. Pandangan ku terus mencari,tanpa memperdulikan Dion yang lelah mengikuti.
“ mana Reza? “ tanya Dion
“sedang ku cari . “ jawab ku kesal
“sampai kapan ?”
“sampai aku berhasil memeluk nya dengan lengan ku sendiri. “ jawab ku.
“ Bila benar Reza mencintai mu,dia akan menemui mu,dan tak akan membiarkan mu terlalu kalut seperti ini. “ ucap dion menenangkan ku.
“Reza akan menemui ku,mungkin aku yang terlambat ketempat ini .dan Reza mungkin sudah pulang “ ucap ku menghibur kegelisahan yang semakin menjadi jadi.
“kenapa kau tak membuka hati dengan pria lain, yang mungkin dapat membuat mu lebih bahagia di banding saat bersama Reza ?” tanya Dion
Aku kesal dengan segala pertanyaan bodoh Dion,harus ku jelaskan berkali kali kah bahwa aku menunggu Reza kembali. Langkahku tertatih di pesisir pantai, dari ujung ke ujung telah ku telusuri namun sosok nya tak mampu ku jangkau. Aku lelah,aku tertunduk dengan lutut ku di Tanjung Setia ini,dengan sadar aku menangis menahan pilu akibat penantian yang ku jalani. Penantian konyol yang tak berarti,penantian cinta pertama ku yang membuat hati ku seakan mati . mati terhadap rasa yang menanti. Kesendirian mengajarkan ku arti bersabar,berintrospeksi dalam diri,dan kini aku tak sanggup lagi menanti . dalam pelukan Dion di Tanjung Setia, aku memaki sang waktu dan di Tanjung Setia harap ku telah pupus,hancur bahkan musnah..
Selamat tinggal cinta pertama ku,aku akan tetap mencintai mu dalam diam ku..


0 komentar:

Posting Komentar